pare, kota kenangan.



kau tau ada satu hal yang kadang tak bisa kita pungkiri,
kau tak ingin terlalu mengingatnya tak ingin terlalu mengenangnya karna tau, yang tidak ada ya tidak ada. untuk apa diingat, dikenang, dirindu? kata orang, pare memberikan sebuah kerinduan yang hebat bagi orang orang yang bermukim diatasnya, awalnya aku mengece. apa nya? apa iya? aku bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta, lebih tepatnya gamau. jadi aku bilang, gak mungkin, gabakal, dua bulan doang juga ngapain sih pake susah lupa segala sama pare, gaada apa apa. bulan pertama, tawar. lebih tepatnya aku yang mentawarkan perasaan, banyak yang pergi setelah sebulan menuntut ilmu. aku? sudah terbiasa dengan perpisahan toh hukumnya memang begitu, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. sudah menjadi pasangan yang kodratnya begitu, mau pergi, pulang bukan urusanku. dan bulan depan, giliran aku yang akan pergi. terbesat tiba tiba, akan rindukah nanti? mensugestikan diri. jangan sampe, kita bentar doang, jangan sampe naro hati dipare, susah, jauh kalo kangen.

 tiba di awal bulan kedua banyak pergantian wajah, senyum senyum baru bertebaran bersama dengan yang lama, ini yang akan menemaniku selama sebulan terakhir, batinku. yang akan melukis masa masa akhirku di pare. cuman ini. gak akan susah lupa lah. pepatah bilang semakin ingin dihindari, akan semakin dekat dia. dan lagi lagi benar. rasa tawar yang aku paksakan berubah jadi cinta. lebih tepatnya di Al Farisi. cinta yang dibangun dari sebuah kedisiplinan, sendal, waktu, cinta yang dibangun dari banyaknya sanksi, cinta yang dibangun dari ilmu, perjuangan, semangat, perhatian. cinta yang dibangun dari banyaknya hafalan non stop. banyaknya hukuman, coretan, banyak cinta disana.

10 februari,
aku datang bersama bapak, dengan kereta malam gajayana lebih tepatnya sore sih bukan malem. nyampe jam 6 pagi di kediri menuju pare dengan Go-Car, pertama kali sampe. nge-bel Alfarisi berkali kali lampe diteriakin "iya iya sabar tunggu bentar" hehe maklum kirain gatau. keluar salah satu pengurus, seumuran. atau aku yang keliatan tua, jadi kayak seumuran, singkat cerita naro koper dll, ada satu orang yang dateng bareng, maman? namanya kalo ga salah. sama sama dari Jakarta, dan dia, buta. gabisa lihat. awalnya gapercaya, yakali gabisa liat, bisa dateng sendiri gimana caranya? sanggup dia disini? belajarnyanya gimana. tapi balik lagi, Allah Maha Besar, apa sih yang gabisa.  besoknya, pembukaan, pembacaan aturan sebagai macem. Al Farisi terkenal ketat aturannya, gapapa. no problem. hari pertama setelah pembukaan, masuk kelas. Muhadatsah ula, kaget. disuruh ngafal kamus sehari 2 halaman, besok ditanya, yang gabisa di coret pake spidol. malem hafalan juz amma, pagi hiwar atau tashrif,  siang di kelas ada hafalan juga. kapan nafasnya, hafalan terus. gapapa, gaboleh ngeluh. si maman aja bisa, ga ngeluh, masa aku, kita yang bisa ngeliat dengan baik, nikmatnya lengkap masih ngeluh, makasih maman, udah jadi motivasi tersendiri. dauroh tercinta, Alfarisi, cinta gak tuh? cinta banget. bukan sarkastik. aku cinta beneran sama hafalan hafalannya, aturan aturannya, walau agak jadi majnunah pertama kali disana, tapi tetep. cinta kok he.

berbahasa Arab, laazimun 'Alayna an natakallam billughotil 'Arobiyyah fii tsuknah aw fii maskan. Wajib, lazim, harus. kalo ngga, iqob. bingungg ga tuhh bisa bahasa Arab aja ngga, wajib ngomong, mau ngomong, gajadi karna gatau. tapi itu, disitu spesialnya. mau gamau jadi bisa ngomong Arab, salah ga salah ngomong. mental awal, berani. terus kebiasaan, seiring waktu bisa. berasa master banget sih aku hehe. tapi serius, itu yang aku rasain. kita ngomong, salah, dibenerin kan jadi nambah pemahaman sendiri, oiyaa salah ya, oh ternyata kalo ngomong ke cewe satu sama dua beda, bahasa Arab tuh spesial, unik, Indah. kebayang ga tuh belajar bahasa yang spesial di dauroh Alfarisi, yang Penuh cinta. baca: iqob hehe.

gacukup sih, gaakan cukup sebuah kenangan ditulis semua disini. susah. tapi yang jelas, aku akui Pare, tempatnya kenangan. terimakasih, Pare. aku rindu. kamu juga gaakan paham, kalau mau paham dateng aja, Cobain. berat diawal, diakhir juga. berat lupainnya.

dan Para asatidz-asatidzah. Terima kasih banyak yang sebesarnya untuk ustadz Salman Al Faroh dan ustadzah Istiqomah, udah bangun lembaga Alfarisi, karna kalo ga dibangun ya gaakan ada yang bisa belajar disana. Gaakan aku ketemu orang orang hebat. terkhusus Ustadzah Ainur, Ustadzah Yuni, Ustadz Aji, Ustadz Zaki, Ustadz Huda. Asatidz/ah Marhalah 139-140. Aquulu syukron jaziilan ilmunya, waktunya, motivasinya. wa atlubu Afwan minkum. afwan Ghoiru muaddib selama dikelas, al mühim kullun, atlub afwan minkum. Makasih sebanyak banyaknya atas motivasi dan semua.

sobat Marhalah 139-140, kirain setelah pulang, gaakan rindu, gaakan susah lupa, bakalan biasa aja. ternyata salah, kalian hebat. makasih banyak, waktunyaㄧkarna waktu lebih berharga dari apapun, waktu, hal yang gak akan bisa kita ambil lagi. dan dua bulan, waktu yang cukup untuk membuat bekas dihati. ih alay ya. hehe. terima kasih kenangannya, memorinya, semangatnya, ilmunya, ceritanya, kisahnya, terima kasih atas canda tawanya, cintanya, semuanya. Alfarisi, Terimakasih Atas kesempatannya. Aku rindu. karna perpisahan Adalah sebuah kepastian. kita berpisah untuk bertemu lagi, nanti. pasti. sampai jumpa lagi. semoga sukses selalu. dan tercapai semua mimpi mimpi kalian. jumpa lagi saat sudah pada diatas, semangat mengejar mimpi mimpi kalian. terimakasih Marhalah 139-140. sekali lagi, terima kasih. waktunya dan semuanya.💙💚






Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

perasaan

  kita terlalu mudah jatuh cinta dan benci dalam sedikit waktu. ada yang dalam waktu tiga hari bersenda gurau, dan tertawa sudah lancang berkata dengan lantang dan pasti "aku mah hidup bersama selamanya" atau bahkan, ada yang baru bertemu dan berbincang sebentar, sudah sangat yakin bahwa dia pantas dibenci.  tapi begitulah manusia, selalu gampang menilai tanpa mengenal semuanya. lalu mengumumkan seakan dialah yang paling benar dan mengerti tentang perasaannya. dan lagi-lagi lupa untuk mengembalikan hati kepada Sang Pemilik yang benar.  aku pernah seperti itu, mencintai dan membenci dengan pasti. menilai perasaan dengan langsung dan yakin. tapi semakin berjalannya waktu, semakin sadar bahwa perasaan itu tempatnya didalam, sifatnya pun abstrak gabisa serta merta dinilai merata. gaperlu diumumkan bahwa kamu sedang berbunga bunga atau layu. biar kamu dan Pemilik yang sebenarnya yang tahu.
Baca selengkapnya

Karena kita terlena

Karena kita merasa punya waktu, kita sering tak acuh pada kewajiban yang menunggu. Hal-hal tidak perlu sering dilakukan lebih dulu. Karena kita merasa punya waktu, semangat sering tidak lagi menggebu. Ah, nanti saja kan bisa. Main-main dulu saja lah. Berbuat suka-suka sepuasnya mumpung masih muda. Jadi gampang menyepelekan, jadi gampang tidak menghargai apa yang sudah didapatkan. Jadi gampang mengeluh kalau batas akhir sesuatu sudah datang di ambang pintu. Karena kita merasa punya waktu, kita mudah lengah. Dalam segalanya. Dalam relasi pertemanan, dalam usaha menyelesaikan pendidikan, dalam ibadah yang malah menjadi rutinitas paling menekan. Karena kita merasa punya waktu, banyak kesempatan hilang sia-sia. Sengaja dibiarkan lewat tanpa ingin menangkap. Tahu-tahu orang lain sudah sampai tempat, dan kita sendiri masih berencana berangkat.
Baca selengkapnya

sakit loh

jangan salah, bahkan orang yang membanggakanmu. dia boleh jadi sedang merendahkanmu. orang yang terkagum padamu. memujimu. jangan kau ambil hati; mereka hanya berpura2 manis, seakan orang paling peduli, padahal dibelakang itu suka menjelekkan. bukan maksud negatif. tapi itulah kenyataan. aku, dalam posisi dipuji tanda kutip. , padahal menghina. dipandang sebelah mata, siapasih. umur 17 tahun. lulus sma gak kuliah. gapunya masa depan. itu maksud mereka, hanya dipermanis dengan kata lain. kalian tau, pasti.  dunia ini tak sepolos itu. banyak makna tersirat dalam sebuah perkataan. aku, kamu. kita pasti pernah dalam keadaan yang "menghina". sengaja ataupun tidak. pasti一merasa lebih baik.  padahal siapa kita? hanya tanah. yang ditakdirkan disini. tak lebih.  sombong? iniーuntuk beliau, yang memandangku dengan mata tertutup. seolah aku ini gelap, bukan apa apa. tak apa, aku bukan apa dan siapa. aku hanyalah tanah; pun kamu. kita sama. tapi terim...
Baca selengkapnya